Khutbah Jumat terbaru : Kewajiban Ibadah Haji Dalam Islam

 

Kewajiban Ibadah Haji Dalam Islam


 

Khutbah Pertama :

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa memanjatkan puja dan puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita banyak kenikmatan, mulai dari nikmat sehat, nikmat sempat, nikat iman dan islam sehingga pada hari ini kita masih bisa melaksanakan kewajiban salat Jumat dalam keadaan sehat walafiat.

Salawat dan salam selalu kita haturkan kepada nabi kita, Nabi Muhammadi SAW, yang kita tunggu syafaatnya di hari akhir nanti.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib mengajak diri khatib dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa. Marilah kita jadikan setiap detik kehidupan ini untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali Imran: 97)

Ayat ini merupakan salah satu dalil paling tegas dalam Al-Qur’an tentang kewajiban menunaikan ibadah haji, yang merupakan rukun Islam yang kelima. Ayat ini diturunkan dalam konteks menjelaskan hakikat Ka'bah sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia (lihat QS. Ali Imran: 96), dan perintah bagi setiap Muslim yang mampu untuk menunaikan haji ke Baitullah.

Perintah dalam ayat ini bersifat fardhu ‘ain – artinya, wajib dilakukan oleh setiap Muslim sekali seumur hidup, selama ia memiliki kemampuan yang disyaratkan: baik secara fisik, finansial, maupun keamanan perjalanan. Jika seseorang memenuhi syarat-syarat ini dan tidak juga berangkat haji tanpa alasan syar’i, maka ia dianggap berdosa besar, bahkan dikategorikan sebagai bentuk kufr (penolakan terhadap kewajiban agama), sebagaimana ditunjukkan oleh lanjutan ayat.

Kata "وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ" (kewajiban manusia terhadap Allah) menunjukkan bahwa kewajiban ini adalah bentuk pengabdian langsung kepada Tuhan. Tidak ada makhluk lain yang mendapatkan hak tersebut. Ini adalah hubungan antara hamba dengan Sang Pencipta yang harus ditunaikan sebagai bentuk kepatuhan total.

Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan kriteria penting untuk menunaikan ibadah haji: "مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا"“bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah”.

Para ulama menafsirkan istitha’ah (kemampuan) ini dalam tiga aspek utama:

  1. Fisik: Jamaah harus sehat secara fisik untuk mampu menjalankan semua rangkaian haji yang sangat menuntut stamina.
  2. Finansial: Memiliki biaya cukup untuk pergi, pulang, dan mencukupi kebutuhan keluarganya selama ia meninggalkan rumah.
  3. Keamanan: Perjalanan harus aman dari ancaman fisik atau kerusakan yang signifikan, baik secara pribadi maupun situasi global.

Kemampuan ini menunjukkan rahmat Allah dalam syariat-Nya: tidak memberatkan hamba yang tidak mampu. Namun, bagi mereka yang sudah mampu, penundaan tanpa alasan yang sah menjadi dosa.

Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik ke tanah suci. Ia adalah ibadah ma'nawiyah (spiritual) yang mendalam dan mencerminkan nilai-nilai luhur Islam.

1. Penyucian Diri

Haji adalah momen untuk taubat total, memperbarui hubungan dengan Allah, dan melepas beban dosa. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa berhaji dan tidak berkata keji serta tidak berbuat fasik, ia kembali seperti hari dilahirkan ibunya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Rangkaian haji seperti tawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan melempar jumrah semua menggambarkan perjuangan spiritual untuk membersihkan jiwa dari kesyirikan, kesombongan, dan ketergantungan pada dunia.

2. Simbol Persatuan Umat Islam

Ketika jutaan Muslim dari berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit mengenakan pakaian ihram yang seragam, tanpa hiasan atau status sosial, maka terlihat jelas bahwa semua manusia setara di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia kecuali karena ketakwaan.

Ini ditegaskan dalam hadis Nabi SAW:

“Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada kelebihan Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas Arab, kecuali karena takwa.”
(HR. Ahmad)

Haji membentuk solidaritas global umat Islam yang terwujud secara nyata dan massal di tanah suci.

3. Totalitas Pengabdian

Berbagai ritual dalam haji mengajarkan kita untuk tunduk secara total kepada perintah Allah, bahkan jika tidak sepenuhnya memahami maksudnya. Sebagaimana Nabi Ibrahim AS bersedia menyembelih anaknya karena perintah Allah, demikian pula jamaah haji bersedia menanggalkan kemewahan dan ego untuk tunduk sepenuhnya.

Pelajaran Penting dari Ibadah Haji

1. Ketaatan Mutlak kepada Allah

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dalam sejarah haji mengajarkan bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan di atas segalanya. Bahkan ketika perintah Allah sangat berat – seperti meninggalkan keluarga di padang pasir atau menyembelih anak – Nabi Ibrahim tetap taat.

 2. Kesabaran dan Pengorbanan

Haji mengajarkan pentingnya kesabaran dalam ibadah dan pengorbanan, baik harta, waktu, maupun kenyamanan. Semua ritual haji penuh tantangan fisik dan emosional, dan itu mengasah keteguhan hati seorang Muslim.

3. Persamaan Derajat di Hadapan Allah

Ihram menyimbolkan bahwa semua manusia sama: tidak ada bedanya antara raja dan rakyat, kaya dan miskin. Ini adalah pengingat penting di tengah dunia yang penuh stratifikasi sosial.

Ibadah haji sebagaimana disyariatkan dalam QS. Ali Imran: 97 bukan sekadar perjalanan ke tanah suci. Ia adalah pengakuan akan kepemilikan Allah atas hidup kita, bentuk ketundukan total, ajang pembersihan diri, dan momentum mempererat ukhuwah Islamiyah secara global. Bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat, hendaknya tidak menunda pelaksanaan haji. Sebab, sebagaimana penutup ayat menyatakan:

“Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan) dari alam semesta.”

Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Kitalah yang butuh kepada-Nya.Semoga Allah SWT memberi kita kemampuan untuk menunaikan haji yang mabrur dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat dan bersyukur.

 

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ هُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua :

Muqodimah seperti di awal

Setelah Muqodimah Langsung persiapan Doa :

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KULTUM: “Pintu-Pintu Rezeki dalam Islam”

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat-Nya, bai...