Tampilkan postingan dengan label Khutbah Jumat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khutbah Jumat. Tampilkan semua postingan

AMALAN UTAMA DIBULAN ZULHIJJAH

 




AMALAN UTAMA DIBULAN ZULHIJJAH

 

Kita bersyukur kepada Allah yang telah mempertemukan kita dengan salah satu bulan yang paling mulia, yaitu bulan Zulhijjah. Sebuah bulan yang di dalamnya terdapat dua ibadah besar yang menunjukkan keikhlasan, ketundukan, dan cinta seorang hamba kepada Tuhannya, kita bersyukur dengan cara memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk melaksanakan ibadah, yaitu puasa Hari Arafah dan ibadah qurban.

Hari Arafah adalah salah satu hari paling agung dalam kalender Islam. Bagi jamaah haji, Hari Arafah adalah puncak dari ibadah haji, di mana mereka berdiri di Padang Arafah untuk berdoa, bertaubat, dan memohon ampunan. Bahkan Rasulullah bersabda:

“Al-Hajj Arafah”
"Haji adalah Arafah."
(HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya hari tersebut dalam rangkaian ibadah haji.

Namun bagi kita yang tidak menunaikan ibadah haji, jangan merasa kehilangan! Allah tetap memberikan kesempatan emas melalui puasa di hari Arafah, sebuah amalan yang bisa dilakukan oleh semua umat Islam di mana pun mereka berada.

“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar ia menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”
(HR. Muslim no. 1162)

Puasa Arafah dikhususkan bagi mereka yang tidak sedang berhaji. Bagi jamaah haji, puasa ini tidak dianjurkan karena mereka butuh tenaga untuk berwukuf dan menjalankan ibadah haji yang berat. Hal ini berdasarkan hadis Ummul Fadhl yang menyebutkan bahwa Nabi tidak berpuasa di Arafah ketika berhaji.

Namun bagi kita yang berada di rumah, di kantor, di sekolah, maka berpuasa di Hari Arafah adalah kesempatan emas yang jangan disia-siakan.

Tak kalah penting adalah ibadah qurban yang dilakukan mulai 10 Zulhijjah (Hari Raya Iduladha) hingga akhir hari Tasyrik (13 Zulhijjah).

Ibadah qurban bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi sebuah simbol pengorbanan dan ketaatan kepada Allah.

Kita mengingat kembali kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Saat Ibrahim diperintahkan menyembelih putranya, dalam surat As-Shaffat ayat 102 :

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

" Maka ketika anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar."
(QS. Ash-Shaffat: 102)

Namun Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba sebagai tanda diterimanya pengorbanan dan keikhlasan mereka.

Hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, bahkan sebagian ulama menyatakan wajib.

Rasulullah bersabda:

"Barang siapa yang memiliki kemampuan, tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami."
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) al-Kautsar.”

🧠 Penjelasan:

  • “Innaa” (إِنَّا) → Menunjukkan penegasan dan kemuliaan.
  • “A'taynaaka” (أَعْطَيْنَاكَ) → Kami telah memberikan kepadamu, bukan sekadar hadiah biasa, tapi karunia yang agung.
  • “Al-Kautsar” (الْكَوْثَرَ):
    • Kata "kautsar" berasal dari kata katsir (banyak). Menurut banyak ulama tafsir, ini adalah bentuk superlatif, artinya kebaikan yang melimpah-ruah.
    • Menurut Ibnu Abbas, Al-Kautsar adalah segala bentuk kebaikan yang Allah berikan kepada Nabi , baik di dunia maupun akhirat.
    • Dalam hadis sahih, Rasulullah menjelaskan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah telaga di surga, lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan siapa yang meminumnya tidak akan haus selamanya.
      (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan ayat ini:
Allah sedang menenangkan dan menguatkan hati Rasulullah bahwa Dia telah memberikan beliau karunia yang sangat besar, sebagai penyejuk dari ejekan kaum kafir Quraisy.

 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya:
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.

  • “Fashalli lirabbik” → Lakukan salat ikhlas hanya karena Allah. Bukan untuk manusia, bukan untuk riya’.
  • “Wanhar” → Berqurbanlah.
    • Menurut ulama tafsir, ini menunjuk pada menyembelih hewan qurban sebagai bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.
    • Dalam konteks sejarah, ini juga membedakan cara ibadah umat Islam dari kaum musyrik yang menyembelih untuk berhala.

Makna mendalam ayat ini:
Setelah menerima nikmat luar biasa, maka bentuk syukur yang paling utama adalah dengan:

  • Ibadah yang murni (salat),
  • Pengorbanan yang tulus (qurban).

 

Hikmah Qurban

  • Tanda syukur atas nikmat rezeki
  • Membiasakan diri berbagi dan peduli terhadap fakir miskin
  • Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s
  • Melatih keikhlasan dan pengorbanan

 

Khutbah Jumat terbaru : Kewajiban Ibadah Haji Dalam Islam

 

Kewajiban Ibadah Haji Dalam Islam


 

Khutbah Pertama :

 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa memanjatkan puja dan puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita banyak kenikmatan, mulai dari nikmat sehat, nikmat sempat, nikat iman dan islam sehingga pada hari ini kita masih bisa melaksanakan kewajiban salat Jumat dalam keadaan sehat walafiat.

Salawat dan salam selalu kita haturkan kepada nabi kita, Nabi Muhammadi SAW, yang kita tunggu syafaatnya di hari akhir nanti.

 

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib mengajak diri khatib dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa. Marilah kita jadikan setiap detik kehidupan ini untuk beribadah kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Allah Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali Imran: 97)

Ayat ini merupakan salah satu dalil paling tegas dalam Al-Qur’an tentang kewajiban menunaikan ibadah haji, yang merupakan rukun Islam yang kelima. Ayat ini diturunkan dalam konteks menjelaskan hakikat Ka'bah sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia (lihat QS. Ali Imran: 96), dan perintah bagi setiap Muslim yang mampu untuk menunaikan haji ke Baitullah.

Perintah dalam ayat ini bersifat fardhu ‘ain – artinya, wajib dilakukan oleh setiap Muslim sekali seumur hidup, selama ia memiliki kemampuan yang disyaratkan: baik secara fisik, finansial, maupun keamanan perjalanan. Jika seseorang memenuhi syarat-syarat ini dan tidak juga berangkat haji tanpa alasan syar’i, maka ia dianggap berdosa besar, bahkan dikategorikan sebagai bentuk kufr (penolakan terhadap kewajiban agama), sebagaimana ditunjukkan oleh lanjutan ayat.

Kata "وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ" (kewajiban manusia terhadap Allah) menunjukkan bahwa kewajiban ini adalah bentuk pengabdian langsung kepada Tuhan. Tidak ada makhluk lain yang mendapatkan hak tersebut. Ini adalah hubungan antara hamba dengan Sang Pencipta yang harus ditunaikan sebagai bentuk kepatuhan total.

Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan kriteria penting untuk menunaikan ibadah haji: "مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا"“bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah”.

Para ulama menafsirkan istitha’ah (kemampuan) ini dalam tiga aspek utama:

  1. Fisik: Jamaah harus sehat secara fisik untuk mampu menjalankan semua rangkaian haji yang sangat menuntut stamina.
  2. Finansial: Memiliki biaya cukup untuk pergi, pulang, dan mencukupi kebutuhan keluarganya selama ia meninggalkan rumah.
  3. Keamanan: Perjalanan harus aman dari ancaman fisik atau kerusakan yang signifikan, baik secara pribadi maupun situasi global.

Kemampuan ini menunjukkan rahmat Allah dalam syariat-Nya: tidak memberatkan hamba yang tidak mampu. Namun, bagi mereka yang sudah mampu, penundaan tanpa alasan yang sah menjadi dosa.

Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik ke tanah suci. Ia adalah ibadah ma'nawiyah (spiritual) yang mendalam dan mencerminkan nilai-nilai luhur Islam.

1. Penyucian Diri

Haji adalah momen untuk taubat total, memperbarui hubungan dengan Allah, dan melepas beban dosa. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Barang siapa berhaji dan tidak berkata keji serta tidak berbuat fasik, ia kembali seperti hari dilahirkan ibunya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Rangkaian haji seperti tawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan melempar jumrah semua menggambarkan perjuangan spiritual untuk membersihkan jiwa dari kesyirikan, kesombongan, dan ketergantungan pada dunia.

2. Simbol Persatuan Umat Islam

Ketika jutaan Muslim dari berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit mengenakan pakaian ihram yang seragam, tanpa hiasan atau status sosial, maka terlihat jelas bahwa semua manusia setara di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia kecuali karena ketakwaan.

Ini ditegaskan dalam hadis Nabi SAW:

“Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu dan bapak kalian satu. Tidak ada kelebihan Arab atas non-Arab, atau non-Arab atas Arab, kecuali karena takwa.”
(HR. Ahmad)

Haji membentuk solidaritas global umat Islam yang terwujud secara nyata dan massal di tanah suci.

3. Totalitas Pengabdian

Berbagai ritual dalam haji mengajarkan kita untuk tunduk secara total kepada perintah Allah, bahkan jika tidak sepenuhnya memahami maksudnya. Sebagaimana Nabi Ibrahim AS bersedia menyembelih anaknya karena perintah Allah, demikian pula jamaah haji bersedia menanggalkan kemewahan dan ego untuk tunduk sepenuhnya.

Pelajaran Penting dari Ibadah Haji

1. Ketaatan Mutlak kepada Allah

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dalam sejarah haji mengajarkan bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan di atas segalanya. Bahkan ketika perintah Allah sangat berat – seperti meninggalkan keluarga di padang pasir atau menyembelih anak – Nabi Ibrahim tetap taat.

 2. Kesabaran dan Pengorbanan

Haji mengajarkan pentingnya kesabaran dalam ibadah dan pengorbanan, baik harta, waktu, maupun kenyamanan. Semua ritual haji penuh tantangan fisik dan emosional, dan itu mengasah keteguhan hati seorang Muslim.

3. Persamaan Derajat di Hadapan Allah

Ihram menyimbolkan bahwa semua manusia sama: tidak ada bedanya antara raja dan rakyat, kaya dan miskin. Ini adalah pengingat penting di tengah dunia yang penuh stratifikasi sosial.

Ibadah haji sebagaimana disyariatkan dalam QS. Ali Imran: 97 bukan sekadar perjalanan ke tanah suci. Ia adalah pengakuan akan kepemilikan Allah atas hidup kita, bentuk ketundukan total, ajang pembersihan diri, dan momentum mempererat ukhuwah Islamiyah secara global. Bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat, hendaknya tidak menunda pelaksanaan haji. Sebab, sebagaimana penutup ayat menyatakan:

“Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan) dari alam semesta.”

Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Kitalah yang butuh kepada-Nya.Semoga Allah SWT memberi kita kemampuan untuk menunaikan haji yang mabrur dan menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang senantiasa taat dan bersyukur.

 

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ هُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua :

Muqodimah seperti di awal

Setelah Muqodimah Langsung persiapan Doa :

 

 

KHUTBAH jUMAT : TAQWA SEBAGAI KUNCI IBADAH QURBAN

 



Khutbah Jum'at : "TAQWA SEBAGAI KUNCI IBADAH QURBAN".


Ibadah qurban merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam, khususnya pada Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik setelahnya. Ibadah ini termasuk sunnah muakkadah
ibadah sunnah yang sangat ditekankan. Artinya, bagi mereka yang memiliki kemampuan, sangat dianjurkan untuk melaksanakannya. Jika seseorang melaksanakannya, ia akan mendapatkan pahala besar dari Allah, namun jika meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan, maka ia telah melewatkan satu amalan mulia dan mengalami kerugian spiritual.

Hakikat dari ibadah qurban bukan hanya menyembelih hewan, melainkan sebuah bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT (taqarrub ilallah). Dalam penyembelihan itu terkandung nilai-nilai pengorbanan, keikhlasan, dan bentuk ketaatan total kepada perintah Allah SWT. Qurban bukan sekadar ritual, tetapi simbol dari kepatuhan hamba kepada Tuhannya.

Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

 

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ


"Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu adalah dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 32)

Ayat ini menegaskan bahwa mengagungkan syiar Allah—termasuk ibadah qurban—merupakan cerminan dari ketakwaan hati. Mengagungkan di sini bukan hanya secara lahiriah seperti memuliakan pelaksanaan ibadah, tetapi juga batiniah, yakni menjalankan dengan penuh kekhusyukan, penghayatan, dan niat yang lurus karena Allah semata.

Untuk memahami hubungan antara qurban dan taqwa, penting kiranya menelaah makna taqwa dari perspektif ulama bahasa dan tafsir. Allāmah ar-Rāghib al-Aṣfahānī dalam karyanya Al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān menjelaskan bahwa:

"Taqwa adalah menjadikan diri dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, yaitu murka dan azab Allah."

Secara istilah syar’i, taqwa adalah menjaga diri dari perbuatan dosa dengan meninggalkan segala larangan Allah dan menjalankan segala perintah-Nya. Maka, inti dari taqwa adalah rasa takut kepada Allah yang melahirkan ketaatan dan kehati-hatian dalam hidup.

Dalam konteks ibadah qurban, taqwa menjadi syarat utama diterimanya amalan tersebut. Ibadah qurban tidak akan bernilai di sisi Allah jika tidak dilandasi dengan ketakwaan dan rasa takut yang tulus dari dalam hati seorang hamba. Sebaliknya, meski seseorang menyembelih hewan paling mahal sekalipun, jika niatnya tercampur riya’ atau sekadar menjalankan tradisi tahunan, maka amal itu bisa menjadi sia-sia di hadapan Allah SWT.

Ibadah qurban memiliki dimensi spiritual sekaligus sosial. Dari sisi spiritual, ia adalah bentuk pengabdian kepada Allah. Dari sisi sosial, qurban menjadi sarana berbagi dan mempererat tali persaudaraan di tengah masyarakat. Daging hewan qurban dibagikan kepada tetangga, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan.

Namun, di sinilah ujian keikhlasan dan ketakwaan itu muncul. Karena ibadah qurban adalah ibadah yang tampak secara fisik, maka besar kemungkinan seseorang tergoda untuk memamerkan jumlah hewan yang dikurbankan atau harga yang mahal sebagai bentuk kebanggaan. Dalam konteks inilah, keikhlasan dan ketakwaan menjadi sangat sulit untuk dijaga.

Sebagian orang mungkin terdorong untuk berqurban bukan semata-mata karena Allah, tetapi karena ingin dilihat orang, dianggap dermawan, atau menjaga gengsi sosial. Maka, ibadah qurban berpotensi menjadi amalan yang hanya memiliki kulit, namun tidak memiliki ruh. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap muslim yang berqurban untuk senantiasa memeriksa niat dan membersihkannya dari segala bentuk kepentingan duniawi.

Allah SWT dengan tegas menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa yang sampai kepada-Nya dari ibadah qurban bukanlah daging atau darah hewan, melainkan ketakwaan orang yang berqurban.

 

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ مِنكُمْ


"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya." (QS. Al-Hajj: 37)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah tidak menerima qurban secara fisik, melainkan niat, ikhlas, dan ketundukan hamba dalam menjalankannya. Dalam agama-agama jahiliah, penyembahan berhala dilakukan dengan menyembelih dan mempersembahkan darah kepada berhala. Islam membebaskan umatnya dari keyakinan semacam itu. Islam mengajarkan bahwa semua bentuk ibadah harus dibangun di atas keikhlasan dan ketakwaan, bukan sekadar simbol atau tradisi.

Dalam melaksanakan qurban, hendaknya seorang muslim memberikan hewan terbaik sesuai kemampuannya. Tidak harus mahal, besar, atau mewah, tetapi dipilih dengan pertimbangan kualitas dan keikhlasan. Karena esensi qurban adalah ketaatan dan keikhlasan, bukan kemewahan atau kuantitas.

Motivasi dalam berqurban harus benar: bukan karena gengsi, bukan karena ingin dipuji, dan bukan karena merasa terpaksa oleh tradisi. Qurban adalah ibadah hati, dan hanya hati yang ikhlas yang akan mengantarkan seorang hamba kepada keridhaan Allah.

Pesan ini tidak hanya berlaku dalam ibadah qurban, tetapi dalam seluruh amal ibadah. Jangan sampai amal ibadah kita hanya terlihat dari luar saja—seperti tubuh tanpa ruh, atau jasad tanpa makna. Amal yang diterima adalah amal yang hidup dengan ruh ketakwaan dan keikhlasan.

Ibadah qurban mengajarkan kepada kita bahwa hakikat ibadah adalah pengabdian total kepada Allah dengan dasar taqwa. Qurban bukan hanya menyembelih hewan, melainkan menyembelih ego, kesombongan, dan niat buruk dalam hati kita. Dalam setiap tetes darah yang mengalir, ada pelajaran tentang ketundukan, dan dalam setiap daging yang dibagikan, ada pelajaran tentang kasih sayang dan persaudaraan.

Maka, jadikanlah ibadah qurban sebagai momen untuk meningkatkan ketakwaan. Jangan jadikan qurban sekadar rutinitas tahunan atau ajang pamer. Tapi niatkan sebagai bentuk ketaatan, rasa syukur, dan pengorbanan demi menggapai ridha Allah SWT. Karena hanya dengan taqwa, setiap amal akan bernilai di sisi-Nya.

KHUTBAH JUM'AT :PERBAIKI SALAT MU MAKA ALLAH AKAN MEMPERBAIKI HIDUPMU

 





Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang baik. Baik dalam hal ekonomi, keluarga, maupun lingkungan. Kita semua pasti ingin hidup bahagia, sejahtera, aman, dan tenteram. Namun perlu kita sadari, bahwa dunia ini bukanlah tempat kebahagiaan yang sempurna. Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Kesempurnaan hidup hanya akan kita rasakan di surga kelak, bila Allah meridhai kita masuk ke dalamnya.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 32:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ

Artinya: "Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau." (QS. Al-An'am: 32)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa dunia bukanlah tempat tinggal abadi. Dunia hanyalah permainan, tempat persinggahan sementara, dan ladang amal untuk meraih kehidupan akhirat. Dunia bisa diibaratkan seperti anak-anak yang sedang bermain ada yang menang, ada yang kalah, dan semua hanya sebatas senda gurau. Namun demikian, sebagai orang beriman, kita tetap berupaya memperbaiki hidup ini. Lalu bagaimana caranya agar hidup kita menjadi lebih baik, lebih mudah, lebih berkah?

Jawabannya adalah: Perbaikilah salatmu, niscaya Allah akan memperbaiki hidupmu.

 

Banyak orang mengeluhkan kehidupan: “Cari rezeki susah, cari jodoh sulit, pekerjaan tidak menentu, hidup tidak tenang.” Pertanyaannya, sudahkah kita memperbaiki salat kita?

Allah Ta’ala telah mengingatkan dalam Surat An-Nisa ayat 79:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Artinya: "Kebaikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri." (QS. An-Nisa: 79)

Ayat ini menegaskan bahwa segala keburukan, kegagalan, dan kesulitan yang kita alami, bisa jadi berasal dari dosa-dosa kita sendiri. Dosa yang kita lakukan adalah penghalang datangnya kebaikan dalam hidup.

Lalu bagaimana kita bisa menghindari dosa?

Dengan memperbaiki salat. Karena salat bukan hanya kewajiban, tapi juga perisai dari perbuatan dosa. Allah berfirman dalam Surat Al-Ankabut ayat 45:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ

Artinya: "Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (QS. Al-Ankabut: 45)

Inilah jawaban dari segala masalah kita. Perbaikilah salat, maka insya Allah, Allah akan memperbaiki kehidupan kita. Salat yang benar, dilakukan dengan khusyuk, sesuai syariat, dan dikerjakan tepat waktu akan melahirkan pribadi yang bersih, jujur, disiplin, dan bertakwa.

Di antara hikmah salat adalah menjadikan hati kita lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan hidup lebih tertata. Orang yang menjaga salat dengan benar akan jauh dari perbuatan maksiat. Dia akan merasa diawasi Allah dalam setiap langkahnya, karena dalam salat dia selalu berinteraksi dengan Rabb-nya.

Jika kita masih merasa hidup terasa berat, mungkin kita perlu instrospeksi: bagaimana salat kita?

Jangan-jangan kita salat tapi tidak khusyuk. Salat tapi tergesa-gesa. Salat tapi pikirannya ke mana-mana. Bahkan bisa jadi kita sering meninggalkan salat. Jika demikian, bagaimana mungkin kita berharap hidup kita menjadi baik?

Ingatlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Hal pertama yang akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Jika salatnya baik, maka seluruh amalnya baik. Jika salatnya rusak, maka seluruh amalnya pun rusak." (HR. At-Tirmidzi)

Oleh karena itu, mari kita berusaha memperbaiki kualitas salat kita:

  1. Jaga waktu salat, jangan tunda-tunda.
  2. Pelajari dan pahami bacaan salat, agar lebih khusyuk.
  3. Hadirkan hati dalam salat, sadar bahwa kita sedang berdiri di hadapan Allah.
  4. Jadikan salat sebagai kebutuhan, bukan sekadar kewajiban.

Jika kita istiqamah menjaga salat, maka Allah akan menjaga hidup kita. Rezeki akan dipermudah, keluarga akan menjadi sakinah, dan kehidupan kita akan lebih berkah.


Khutbah Jum'at : Habluminallah Habluminannas

 

Khutbah Jumat : HABLUMINALLAH DAN HABLUMINANNAS

 


 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Hadirin Jamaah Salat Jumat Yang dirahmati Allah SWT

marilah kita senantiasa memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita banyak kenikmatan yaitu nikmat sehat, nikmat sempat, nikmat iman dan islam, sehingga pada siang hari ini kita masih bisa melaksanakan kewajiban kita yaitu menunaikan ibadah salat Jumat tentunya dalam keadaan sehat walafiat.

Salawat dan salam tentunya selalu kita haturkan kepada Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Yang kita tunggu syafaatnya di hari akhir nanti

Hadirin Jamaah Salat Jumat Yang dirahmati Allah SWT

Pada Kesempatan Kali ini izinkan khotib untuk menyampaikan wasiat kepada para jamaah dan pada diri khatib pribadi untuk selalu meningkatkan keimanan dab ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dengan kita melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya, insyaallah apabila kita senantiasa bertaqwa keapada Allah maka kita akan diberikan kekuatan untuk menjalani kehidupan didunia ini dan tentunya insyaallah kita juga akan diberukan tempat yang terbaik di alam akhirat nanti yaitu surganya Allah SWT.

Hadirin Jamaah Salat Jumat Yang dirahmati Allah SWT

Allah SWT menciptakan manusia bukan tanpa tujuan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT menegaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Firman-Nya dalam surat Az-Zariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ


"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat: 56)

Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh aktivitas manusia seharusnya bermuara pada ibadah kepada Allah. Ibadah dalam Islam memiliki makna yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada shalat, puasa, zakat, atau haji, tetapi seluruh perbuatan yang dilakukan dengan niat mencari ridha Allah dan sesuai dengan syariat-Nya juga termasuk ibadah. Bahkan senyum kepada sesama, membantu orang lain, hingga mencari nafkah untuk keluarga, semua bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah.

Salah satu bentuk utama dari ibadah adalah menjaga habluminallah — hubungan antara manusia dengan Allah.
Bagaimana caranya? Yaitu dengan:

  • Menjalankan semua perintah Allah.
  • Menjauhi segala larangan-Nya.
  • Melaksanakan ajaran agama dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.

Ketika seseorang berusaha menjaga hubungan ini, ia sejatinya sedang membangun fondasi hidupnya agar kuat dalam menghadapi segala ujian dan kesulitan. Sebab, orang yang menjaga hubungan dengan Allah akan mendapatkan pertolongan dari-Nya dalam berbagai aspek kehidupannya. Allah berjanji dalam Al-Qur'an:

 

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ۝ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ


"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. At-Talaq: 2-3)

Artinya, dengan bertakwa, Allah akan memberikan solusi dari setiap masalah yang mungkin tampak buntu di mata manusia, dan mendatangkan rezeki dari sumber yang tak pernah disangka. Habluminallah bukan hanya sekadar menjalankan ritual-ritual agama secara fisik, tapi lebih dari itu, mencakup bagaimana seseorang menjaga hati, niat, perilaku, serta seluruh aktivitasnya tetap dalam koridor ketaatan kepada Allah.
Dengan menjaga habluminallah, hidup kita akan lebih tenang, diberkahi, dan mendapatkan pertolongan yang tidak terduga dari Allah SWT.

Setelah kita memahami pentingnya menjaga hubungan dengan Allah SWT (habluminallah) dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, maka bagian penting lainnya dalam kehidupan seorang Muslim adalah menjaga habluminannas — yakni hubungan baik dengan sesama manusia.

Manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak bisa hidup sendiri. Sejak lahir hingga akhir hayat, kita selalu bergantung kepada orang lain.

  • Saat lahir, kita membutuhkan bidan dan orang tua.
  • Saat kecil, kita membutuhkan asuhan dan pendidikan.
  • Saat tumbuh remaja, kita butuh teman untuk berbagi.
  • Saat dewasa dan bekerja, kita butuh relasi untuk mendukung usaha dan karier kita.
  • Ketika tua, kita memerlukan anak-anak untuk merawat dan menjaga kita.

Inilah sunnatullah kehidupan manusia. Kita tidak bisa memenuhi semua kebutuhan kita sendiri.

Maka dari itu, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama. Tidak boleh ada kesombongan, permusuhan, atau ketidakpedulian terhadap sesama. Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya atau dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa hubungan baik dengan sesama bukan hanya berdampak pada kehidupan sosial, tapi juga membawa keberkahan hidup: rezeki yang bertambah, umur yang berkah, dan kehidupan yang lebih damai.

Bagaimana Cara Menjaga Habluminannas?

  • Menghargai sesama manusia: Memberikan penghormatan dan menghargai hak-hak mereka.
  • Menolong ketika ada yang membutuhkan bantuan, tanpa melihat latar belakang.
  • Berakhlak mulia: Bersikap jujur, amanah, adil, dan santun dalam berinteraksi.
  • Tidak menyakiti orang lain dengan lisan ataupun perbuatan.
  • Menjaga silaturahmi dan mempererat hubungan kekeluargaan, persahabatan, dan persaudaraan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."
(QS. Al-Hujurat: 10)

Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang beriman adalah bersaudara.
Maka apabila ada perselisihan, kita dianjurkan untuk mendamaikannya. Dengan menjaga persaudaraan, insyaAllah kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat Allah.

Menjaga habluminannas adalah bagian penting dari ajaran Islam. Sebagaimana kita menjaga hubungan dengan Allah, kita juga harus menjaga hubungan dengan manusia. Karena kedua hubungan ini — habluminallah dan habluminannas — saling melengkapi dan membawa keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ هُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khubah Kedua


ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا ٱلنَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ ٱلْمُذْنِبَةَ ٱلْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى ٱللَّهِ، فَاتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ


أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا
اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ

وَارْحَمْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

اللَّهُمَّ انْصُرِ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ.

اللَّهُمَّ وَفِّقْ وُلَاةَ أُمُورِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَخُذْ بِنَوَاصِيهِمْ لِلْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَاجْعَلْهُمْ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ، مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

أَقِمِ الصَّلَاةَ

Gaya hubungan suami istri yang baik menurut islam

    🕌 1. Seks dalam Islam adalah Ibadah Rasulullah SAW bersabda: “Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian terdapat sedekah.” ...