BERIMAN TIDAK HANYA SEBATAS LISAN



Sebagai umat Islam yang beriman, keyakinan kita kepada Nabi Muhammad SAW merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keimanan itu sendiri. Dalam rukun iman, jelas dinyatakan bahwa kita wajib beriman kepada para nabi dan rasul, dan Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi, sebagaimana beliau sendiri bersabda: “Tidak ada nabi setelahku.” Allah menegaskan dalam firmannya

 

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)

Keyakinan ini bukan hanya sebatas doktrin, melainkan juga menjadi dasar sikap, perilaku, serta cara kita menjalani kehidupan sehari-hari. Mengenal Nabi Muhammad SAW bukan sekadar kewajiban, melainkan kebutuhan iman. Bagaimana mungkin kita beriman kepada beliau tanpa mengetahui siapa beliau? Allah sendiri memerintahkan manusia untuk mengenal dan meneladani Rasulullah, karena beliau diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Ayat ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada manusia dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, mencintai Nabi bukan hanya perintah, melainkan kebutuhan agar kita bisa mendapatkan rahmat Allah.

Seorang Muslim hendaknya mengetahui secara garis besar siapa Nabi Muhammad SAW, kapan beliau dilahirkan, siapa ayah dan ibunya, serta bagaimana perjalanan hidup beliau sejak kecil hingga menerima wahyu. Nabi Muhammad lahir di Makkah pada tahun 571 M, dikenal dengan Tahun Gajah. Ayah beliau, Abdullah, wafat ketika Nabi masih dalam kandungan, sementara ibunya, Aminah, wafat ketika beliau berusia enam tahun. Sejak kecil, beliau telah merasakan pahitnya kehidupan sebagai yatim piatu, namun semua itu membentuk pribadi yang sabar, tangguh, dan penuh kasih sayang.

Ibarat kita menyukai seseorang, tentu kita ingin mengetahui segala hal tentangnya: di mana ia tinggal, bagaimana sifatnya, serta apa yang membuatnya istimewa. Demikian pula dengan Nabi Muhammad SAW. Rasa cinta kepada beliau tidak cukup hanya terucap di lisan, tetapi harus dibarengi dengan usaha mengenal pribadi beliau lebih dekat. Semakin kita mengenalnya, semakin besar rasa cinta yang tumbuh dalam hati, dan cinta itulah yang akan mendorong kita meneladani akhlak beliau.

 

Namun, iman tidak cukup hanya dengan ucapan. Allah menegaskan bahwa bukti cinta kepada-Nya harus diwujudkan dengan mengikuti sunnah Nabi:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Katakanlah (Muhammad): Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

Dengan ayat ini jelas bahwa cinta kepada Allah harus diwujudkan melalui ketaatan kepada Rasulullah SAW. Mengaku beriman tanpa meneladani Nabi hanyalah klaim kosong.

Jika kita benar-benar mengaku beriman kepada Nabi Muhammad SAW, seharusnya hal itu tercermin dalam tindakan nyata. Meneladani Nabi berarti meniru akhlak beliau dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan ibadah kepada Allah, maupun dalam hubungan dengan sesama manusia. Rasulullah dikenal dengan sifat-sifat mulianya: jujur (ash-shiddiq), dapat dipercaya (al-amin), cerdas (fathonah), dan menyampaikan kebenaran (tabligh). Semua sifat ini seharusnya menjadi teladan yang membimbing kita dalam berinteraksi di masyarakat, bekerja, beribadah, maupun membina keluarga.

Cinta yang hanya terucap tanpa bukti ibarat cinta semu. Seseorang yang benar-benar mencintai akan membuktikan cintanya dengan pengorbanan dan tindakan. Begitu pula cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW. Bukti cinta itu tampak dari bagaimana kita berusaha melaksanakan sunnah beliau, menjaga ibadah, berbuat baik kepada sesama, serta memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Rasulullah SAW adalah teladan agung dalam segala aspek kehidupan: beliau pemimpin yang adil, suami yang penyayang, ayah yang penuh perhatian, sahabat yang setia, dan hamba Allah yang paling taat.

Oleh karena itu, tugas kita sebagai Muslim bukan hanya sekadar mengucapkan syahadat atau mengaku beriman, melainkan berusaha membuktikan iman itu dalam bentuk amal. Kita membaca sirah Nabi agar semakin memahami perjalanan hidupnya, kita mengikuti ajarannya agar hidup kita penuh berkah, dan kita meneladani akhlaknya agar menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan begitu, iman kepada Nabi Muhammad SAW bukan hanya sekadar dogma, tetapi menjadi cahaya yang menuntun jalan hidup kita menuju ridha Allah SWT.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERIMAN TIDAK HANYA SEBATAS LISAN

Sebagai umat Islam yang beriman, keyakinan kita kepada Nabi Muhammad SAW merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keimanan itu sendiri. ...